Narayana telah resmi mempersunting Jembawati dan Rukmini, kini sedang menjalin cinta dengan Setyaboma, Sekar Kedhaton Lesanpura, Putri Prabu Setyajid. Narayana dan Udawa seletah berguru kepada Begawan Padmanaba di Giri Purna selama 100 hari tidak boleh langsung pulang ke negeri Madura. Dalam pengembaraannya menyamar sebagai Raksasa berkat ajaran ajian Kala Mercu. Panyamarannya terbuka kedognya oleh Permadi.
Di Negeri Dwarawati Purwa ada seorang raja bernama Menarisinga. Sang Raja mabuk cinta dengan Dewi Setyaboma. Untuk mewujudkan niatnya, Sang Raja utusan adiknya: Singa Mulangjaya melamar Setyaboma ke Lesanpura. Prabu Setyajid menolak lamaran tersebut, dengan kesaktiannya Singa Mulangjaya berhasil menculik Setyaboma dan ditempatkan ke dalam Gedong Baja. Pihak Lesanpura tidak dapat mengatasi kekuatan Dwarawati Purwa. Prabu Setyajid mengutus Setyaki mencari bantuan kepada Raden Narayana untuk membebaskan Setyaboma yang ditawan Prabu Menarisinga. Narayana dengan senang hati menerima tugas tersebut, Permadi tidak ketinggalan ikut ambil bagian dan mendahului menyerang Dwarawati Purwa.
Sebelum menjalankan tugas tersebut Narayana lebih dahulu menyempatkan waktu untuk menengok kedua istrinya di Banjar Patoman, juga menghadap kakaknya: Baladewa di Negeri Madura untuk mohon doa restu akan mencari kebahagiaan hidup dengan usaha sendiri. Negeri Madura sepenuhnya diserahkan kepada Baladewa. Baladewa salah paham pada pernyataan Narayana, terjadi ‘miss komunikasi’ .
Narayana bersama Jembawati, Rukmini dan Udawa berniat membedah negeri Dwarawati Purwa untuk membebaskan Setyaboma dari tangan Prabu Menarisinga. Berkat bantuan Permadi, Narayana berhasil menaklukkan Raja Dwarawati Purwa. Singa Mulangjaya kalah tanding dengan Setyaki, mati oleh pusaka Gada Wesi Kuning. Akhirnya sukma Singa Mulangjaya menyatu, menambah kekuatan pada tubuh Setyaki, dan namanya diabadikan oleh Setyaki. Patih Kresnengkara mati ditangan Udawa, sukma Kresnengkara menyatu menambah kekuatan pada tubuh Udawa. Nama Kresnengkara diabadikan oleh Udawa. Dwarawati Purwa jatuh ditangan Narayana. Kerabat Lesanpura merasa lega terbebasnya Setyaboma dari tangan Menarisinga, kemudian secara resmi Narayana dipertemukan dengan Setyaboma. Raden Kilatmaka, adik Menarisinga menyerahkan diri pada Narayana, dan ditetapkan menjadi Adipati di Parang Garuda. Baladewa merasa bangga atas keberhasilan Narayana dan menyatakan permohonan maaf atas kesalahpahaman yang terjadi. Dengan besar hati Narayana mengabulkan permohonan maaf Baladewa. Sang Hyang Narada datang membawa titah dari Kahayangan untuk mengukuhkan Jumenengan Narayana sebagai Raja Dwarawati Purwa dan mengenakan Busana Keprabon Prabu Menarisinga dengan gelar Prabu Kresna, didampingi dengan ketiga istrinya memakai seragam busana Kebesaran Permaisuri Raja.
Sebagai generasi muda, kita wajib menjaga, melestarikan dan menumbuhkembangkan kesenian daerah yang kita miliki, sebagai salah satu wujud kecintaan kita terhadap bangsa Indonesia, dan penghormatan kita pada para leluhur yang telah mewariskan berbagai bentuk kesenian. Mari kita saling berbagi tentang kesenian yang ada di sekitar kita!
Rabu, 25 Agustus 2010
Minggu, 22 Agustus 2010
RAMAYANA
Dikisahkan di sebuah negeri bernama Mantili ada seorang puteri nan cantik Jelita bernama Dewi Shinta. Dia seorang puteri raja negeri Mantili yaitu Prabu Janaka. Suatu hari sang Prabu mengadakan sayembara untuk mendapatkan sang Pangeran bagi puteri tercintanya yaitu Shinta, dan akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh Putera Mahkota Kerajaan Ayodya, yang bernama Raden Rama Wijaya. Namun dalam kisah ini ada juga seorang raja Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan kepada Dewi Shinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan Rahwana, Shinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Shinta. Rahwana ingin menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya Rahwana mengubah seorang hambanya bernama Marica menjadi seekor kijang kencana. Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang ‘jadi-jadian' itu, karena Dewi Shinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan Lesmana menunggui.
Dalam waktu sudah cukup lama ditinggal berburu, Shinta mulai mencemaskan Rama, maka meminta Lesmana untuk mencarinya. Sebelum meninggalkan Shinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat perlindungan guna menjaga keselamatan Shinta yaitu dengan membuat lingkaran magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar yaitu dengan mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Shinta mengulurkan tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh sedikitpun! Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap tangan dan menarik Shinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana, Shinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak menolong Dewi Shinta. Jatayu dapat mengenali Shinta sebagai puteri dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta ditinggal sendirian, namun sesampainya Shinta tidak ditemukan. Selanjutnya mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui bahwa yang menculik Shinta adalah Rahwana! Setelah menceritakan semuanya akhirnya si burung garuda ini meninggal.
Mereka berdua memutuskan untuk melakukan perjalanan ke istana Rahwana dan ditengah jalan mereka bertemu dengan seekor kera putih bernama Hanuman yang sedang mencari para satria guna mengalahkan Subali. Subali adalah kakak dari Sugriwa paman dari Hanuman, Sang kakak merebut kekasih adiknya yaitu Dewi Tara. Singkat cerita Rama bersedia membantu mengalahkan Subali, dan akhirnya usaha itu berhasil dengan kembalinya Dewi Tara menjadi istri Sugriwa. Pada kesempatan itu pula Rama menceritakan perjalanannya akan dilanjutkan bersama Lesmana untuk mencari Dewi Shinta sang istri yang diculik Rahwana di istana Alengka. Karena merasa berutang budi pada Rama maka Sugriwa menawarkan bantuannya dalam menemukan kembali Shinta, yaitu dimulai dengan mengutus Hanuman persi ke istana Alengka mencari tahu Rahwana menyembunyikan Shinta dan mengetahui kekuatan pasukan Rahwana.
Taman Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Shinta menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka Shinta ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga berusaha membujuk Shinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan ‘memaksa' Shinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan Shinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama. Setelah selesai menyampaikan maskudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka. Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Karena marahnya Hanuman akan dibunuh tetapi dicegah oleh Kumbakarna adiknya, karena dianggap menentang, maka Kumbakarna diusir dari kerjaan Alengka. Tapi akhirnya Hanuman tetap dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati tetapi Hanuman membakar kerajaan Alengka dan berhasil meloloskan diri. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah adanya laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Rahwana terjadi peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Kumbakarna raksasa yang bijaksana diminta oleh Rahwana menjadi senopati perang. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara Alengkadiraja.Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pad akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahmana mati kena panah pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah semua pertempuran yang dasyat itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya masing-masing.
Dalam waktu sudah cukup lama ditinggal berburu, Shinta mulai mencemaskan Rama, maka meminta Lesmana untuk mencarinya. Sebelum meninggalkan Shinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat perlindungan guna menjaga keselamatan Shinta yaitu dengan membuat lingkaran magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar yaitu dengan mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Shinta mengulurkan tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh sedikitpun! Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap tangan dan menarik Shinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana, Shinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak menolong Dewi Shinta. Jatayu dapat mengenali Shinta sebagai puteri dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta ditinggal sendirian, namun sesampainya Shinta tidak ditemukan. Selanjutnya mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui bahwa yang menculik Shinta adalah Rahwana! Setelah menceritakan semuanya akhirnya si burung garuda ini meninggal.
Mereka berdua memutuskan untuk melakukan perjalanan ke istana Rahwana dan ditengah jalan mereka bertemu dengan seekor kera putih bernama Hanuman yang sedang mencari para satria guna mengalahkan Subali. Subali adalah kakak dari Sugriwa paman dari Hanuman, Sang kakak merebut kekasih adiknya yaitu Dewi Tara. Singkat cerita Rama bersedia membantu mengalahkan Subali, dan akhirnya usaha itu berhasil dengan kembalinya Dewi Tara menjadi istri Sugriwa. Pada kesempatan itu pula Rama menceritakan perjalanannya akan dilanjutkan bersama Lesmana untuk mencari Dewi Shinta sang istri yang diculik Rahwana di istana Alengka. Karena merasa berutang budi pada Rama maka Sugriwa menawarkan bantuannya dalam menemukan kembali Shinta, yaitu dimulai dengan mengutus Hanuman persi ke istana Alengka mencari tahu Rahwana menyembunyikan Shinta dan mengetahui kekuatan pasukan Rahwana.
Taman Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Shinta menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka Shinta ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga berusaha membujuk Shinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan ‘memaksa' Shinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan Shinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama. Setelah selesai menyampaikan maskudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka. Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Karena marahnya Hanuman akan dibunuh tetapi dicegah oleh Kumbakarna adiknya, karena dianggap menentang, maka Kumbakarna diusir dari kerjaan Alengka. Tapi akhirnya Hanuman tetap dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati tetapi Hanuman membakar kerajaan Alengka dan berhasil meloloskan diri. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah adanya laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Rahwana terjadi peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Kumbakarna raksasa yang bijaksana diminta oleh Rahwana menjadi senopati perang. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara Alengkadiraja.Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pad akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahmana mati kena panah pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah semua pertempuran yang dasyat itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya masing-masing.
Gatotkaca

Gatotkaca (bahasa Sanskerta: Ghattotkacha) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata yang dikenal sebagai putra Bimasena atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya yang bernama Hidimbi (Harimbi) berasal dari bangsa rakshasa, sehingga ia pun dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra ia banyak menewaskan sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”.
Asal-Usul dan Arti Nama
Gathotkaca-paragaMenurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluaga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasi penguasa sebuah hutan bersama kakaknya yang bernama Hidimba.
Dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.
Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna “memiliki kepala seperti kendi”. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu gha?(tt)am yang berarti “buli-buli” atau “kendi”, dan utkacha yang berarti “kepala”. Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi.
Kelahiran
Kisah kelahiran Gatotkca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta.
Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Menjadi Jago Dewa
Versi pewayangan Jawa melanjutkan, Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.
Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa.
Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Perkawinan
gathot-katjha-by-m2mdigitalstudioDalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikah dengan seorang wanita bernama Ahilawati. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernmama Barbarika. Baik Gatotkaca ataupun Barbarika sama-sama gugur dalam perang besar di Kurukshetra, namun di pihak yang berbeda.
Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna.
Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.
Menjadi Raja Pringgadani
Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya adalah Arimbi putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.
Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca.
Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut.
Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa.
Kematian Versi Mahabharata
Kematian Gatotkaca terdapat dalam buku ketujuh Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra atau Baratayuda pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa, di mana Gatotkaca tentu saja berada di pihak Pandawa.
Versi Mahabharata mengisahkan, Gatotkaca sebagai seorang raksasa memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa kembali ke perkemahan mereka.
Pertempuran pun berlanjut. Semakin malam kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Prajurit Korawa semakin berkurang jumlahnya karena banyak yang mati di tangannya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.
Duryodana pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka pemberian Dewa Indra yang bernama Shakti untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Namun karena terus didesak, Karna terpaksa melemparkan pusakanya menembus dada Gatotkaca.
Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca masih sempat berpikir bagaimana caranya untuk membunuh prajurit Kurawa dalam jumlah besar. Maka Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca.
Dalam barisan Pandawa hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan relatif aman.
Kematian Versi Jawa
Ghatotkacha-AbhimanyuPerang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri.
Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, di mana ia mengaku masih perjaka. Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna.
Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah jika benar dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati dikeroyok musuh.
Kalabendana kemudian menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Namun Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata.
Duryudana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya tersebut. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna pun terpaksa berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang.
Mendengar para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa pun mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih kaarena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang.
Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Namun ia sendiri kehilangan kedua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa yang tewas bersama musuh-musuh mereka, bernama Lembusura dan Lembusana.
Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia pun menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca.
Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu.
Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. Namun ia berpesan supaya mayatnya masih bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju. Ia kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu pun musnah bersatu dengan sarungnya, yaitu kayu Mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca.
Gatotkaca telah tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian melemparkan mayatnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping tertimpa tubuh Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya, pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya. Tidak terhitung banyaknya berapa jumlah mereka yang mati.
Sumber: Wikipedia.
Sabtu, 07 Agustus 2010
Pandawa

1. YUDHISTIRA
Pandawa pertama memiliki istri dewi drupadidan memiliki anak raden pancawala. Yudhistira memiliki jimat jamus kalima sada dan ia memiliki darah berwarna putih. Menurut cerita pedalangan Jawa adalah raja jin negara Mertani, sebuah Kerajaan Siluman yang dalam penglihatan mata biasa merupakan hutan belantara yang sangat angker.
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata(keturunan Maharaja Bharata). Ia menjadi seorang Maharaja dunia setelah perang akbar di Kurukshetra berakhir dan mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India Kuno agar berada di bawah pengaruhnya.
2. BIMA
Dikenal pula dengan nama; Balawa, Bratasena, Birawa, Nagata, Kowara, Sena, atau Wijasena. Bima putra kedua Prabu Pandu, raja Negara Astina dengan Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Bima mempunyai dua orang saudara kandung bernama: Puntadewa dan Arjuna, serta 2 orang saudara lain ibu, yaitu ; Nakula dan Sadewa.
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada senjata gadanya bernama Rujapala dan pandai memasak. Bima juga gemar makan sehingga dijuluki Werkodara. Kemahirannya dalam berperang sangat dibutuhkan oleh para Pandawa agar mereka mampu memperoleh kemenangan dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Ia memiliki seorang putera dari ras rakshasa bernama Gatotkaca, turut serta membantu ayahnya berperang, namun gugur. Akhirnya Bima memenangkan peperangan dan menyerahkan tahta kepada kakaknya, Yudistira.
3. ARJUNA
Arjuna merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara satu ayah, yang dikenal dengan nama Pandawa. Dua saudara satu ibu adalah Puntadewa dan Bima/Werkudara. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti “yang bersinar”, “yang bercahaya”. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona.
Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut budinya. Ia adalah putra Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna seorang satria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu.Kemahirannnya dalam ilmu peperangan menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh kemenangan saat pertempuran akbar di Kurukshetra.
Arjuna memiliki banyak nama panggilan, seperti misalnya Dhananjaya (perebut kekayaan – karena ia berhasil mengumpulkan upeti saat upacara Rajasuya yang diselenggarakan Yudistira);Kirti (yang bermahkota indah – karena ia diberi mahkota indah oleh Dewa Indra saat berada disurga); Partha (putera Kunti – karena ia merupakan putera Pritha alias Kunti). Dalampertempuran di Kurukshetra, ia berhasil memperoleh kemenangan dan Yudistira diangkat menjadi raja.
4. NAKULA
Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat) adalah putra ke-empat Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Nakula mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani.
Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Sadewa, yang lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama adiknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Dropadi berkata bahwa Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam masa pengasingan di hutan, Nakula dan tiga Pandawa yang lainnya sempat meninggal karena minum racun, namun ia hidup kembali atas permohonan Yudistira. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengasuh kuda.
5. SADEWA
Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Tangsen (buah dari tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan dan dipakai untuk obat) adalah putra ke-lima atau bungsu Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama kakanya, Nakula.Sadewa mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia.
Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswinjuga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama kakaknya diasuh oleh Kunti, istri Panduyang lain. Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu astronomi. Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang bijaksana, setara dengan Brihaspati, guru para Dewa. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh RajaWirata, ia berperan sebagai pengembala sapi.
PANDAWA LIMA MENIKAHI DRUPADI
Sebelumnya mari kita rujuk siapakah Drupadi ini, Dropadi, Drupadi, atau Draupadi (Sanskerta: द्रौपदी; Draupadī) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri PrabuDrupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri para Pandawa lima semuanya. Banyak versi yang digambarkan dari dewi jelita ini menjadikan dirinya menarik untuk digambarkan karena SOSOK KESETIAAN ISTRI yang terkadang dihadapkan pada pilihan tersulit sekalipun. Seperti Sang Dewi yang dihadapkan pada pertaruhandadu tengkorak antara Pandawa dan Kurawa menjadikannya duduk di kursi pesakitan menjadi barang taruhan. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa.
Drupadi
Bagaimana Dropadi dapat bersuamikan Pandawa Lima karena ketika itu terdapat masa Pandawa lima yang melarikan diri ke rimba mengetahui akan diadakan sayembara di Kerajaan Panchala dengan syarat, barang siapa yang dapat membidik sasaran dengan tepat boleh menikahkan putri Raja Panchala(Drupada) yang bernama Panchali atau Dropadi.Arjuna pun mengikuti sayembara itu dan berhasil memenangkannya, tetapi Bima yang berkata kepada ibunya, “lihat apa yang kami bawa ibu!”. Dewi Kuntimenyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Pandawa Lima.
Jumat, 06 Agustus 2010
ASTHABRATA
AJARAN ASTHABRATA pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pankur, jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun tidak dapat menendingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.
Secara rinci Marsono menguraikan masing-masing ajaran dengan memberikan kutipan teks sebagaimana terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, Nitisruti dan Ramayana Kakawin Jawa Kuna.
1. Sang Hyang Indra adalah dewa hujan. Ia mempunyai sifat menyediakan apa yang
diperlukandi bumi, memberikan kesejahteraan dan memberi hujan di bumi.
2. Sang Hyang Yama adalah Dewa Kematian. Ia membasmi perbuatan jelek dan jahat tanpa pandang bulu.
3. Sang Hyang Surya adalah Dewa Matahari. Sifatnya pelan, tidak tergesa-gesa, sabar, belas kasih dan bijaksana.
4. Sang Hyang Candra adalah dewa Bulai ia selalu berbuat lembut, ramah dan sabar kepad asiapa saja.
5. Sang Hyang Bayu adalah Dewa Angin. Ia bisa masuk ke mana saja ke seluruh penjuru dunia tanpa kesulitan. Segala perilaku baik atau jelek kasar atau rumit di dunia dapat dikethaui olehnya tanpa yang bersangkutan mengetahuinya. Ia melihat keadaan sekaligus memberikan kesejahteraan yang dilaluinya.
6. Sang Hyang Kuwera adalah Dewa Kekayaan. Sifatnya ulet dalam berusaha mengumpulkan kekayaan guna kesejahteraan warga masyarakatnya. Ia sebagai penyandang dana.
7. Sang Hyang Baruna adalah Dewa Samudera. Sifat Samudera bisa menampung seluruh air sungai dengan segala sesuatu yang ikut mengalir di dalamnya. Namun samudera tidak tumpah. Hynag Batuna seperti samudera bisa menampung apa saja yang jelek ataupun baik. Ia sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera.
8. Sang Hyang Brama adalh dewa Api . sifat api bisa membakar menghanguskan dan memusnahkan benda apa saja. Ia pun dapat memberikan pelita dalam kegelapan Hyang Brama seperti api bisa membasmi musuh dan segala kejahatan sekaligus bisa menjadi pelita bagi manusia yang sedangdalam keadaan kegelapan.
Prasati Sukabumi yang bernagka tahun 804 M pertama kali ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Bersamaan dengan itu mulailah terjadi budaya penulisan cerita Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna.
Prof. DR. Purbacaraka berhasil menyalin dan menterjemahkan naskah Ramayana tertua yang sampai sekarang masih berupa tulisan ketikan. Prof. DR. Marsono menghimbau kepada yang berminat untuk membantu agar naskah itu dapat dicetak hingga dapat dinikmati oleh kalangan lebih luas
Ramayana di India banyak versinya, diantaranya versi walmiki dan Bhattikawya. Yang menjadi sumber penulisan Ramayana Kawin Jawa Kuna adalah Ramayana Bhattikawya (Purbacaraka, 1957), bukan Ramayana Walmiki. Dari India cerita Ramayana ini menyebar ke negara asia lainnya, seperti Indonesia, laos, Kamboja, Birma, thailand dan Filipina. Dimasing-masing tempat dan jaman cerita Ramayana itu diakulturisasikan dengan kebudayaan setempat dan jamannya. Di Indonesia sekarang, cerita Ramayana dipakai sebagai dasar pertunjukan wayang kulit maupun wayang orang serta pentas sendratari Ramayana yang dipentaskan di candi Prambanan
Berbagai buku peninggalan pujangga kita memuat cerita Ramayana, di antaranya Ramayana Kakawin Jawa Kuna (abad ke 9), Serat Rama Jarwa Macapat Jawa Baru oleh Yasadipura II (1882), Serat Nitisruti (1612), Babad Sangkala (abad ke 19), Serat Partawigena (abad ke 19). Teks lakon Wahyu Makutha Rama abad ke 20. Diorama gambar wayang di Museum Purnabakti TMII juga merupakan cerita Ramayana
Arti Hastha Brata adalah delapan laku, watak atau sifat utama yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Delapan watak utama tersebut diambil dari sifat matahari , bulan, bintang, mendung, bumi, lautan (air), api dan angin.
Pertama sifat Matahari. Terang benderang memancarkan sinarnya tiada pernah berhenti. Segalanya diterangi, diberinya sinar cahaya tanpa pandang bulu. Sebagaimana matahari, seorang raja ( pemimpin) harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam bertindak seperti jalannya matahari yang tidak tergesa-gesa namun pasti dalam memberikan sinar cahayanya kepada semua mahluk tanpa pilih kasih.
Kedua sifat Bulan. Sebagai planet pengiring matahari bulan bersinar dikala gelap malam tiba, dan memberikan suasana tenteram dan teduh. Sebagaimana bulan, seorang pemimpin hendaknya rendah hati, berbudi luhur serta menebarkan suasana tentram kepada rakyat.
Ketiga sifat Bintang. Nun jauh menghiasi langit dimalam hari, menjadi kiblat dan sumber ilmu perbintangan. Seorang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya dan tingkah laku serta mempunyai konsep berpikir yang jelas. Bercita-cita tinggi mencapai kemajuan bangsa, teguh, tidak mudah terombang-ambing, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Keempat sifat Mendung. Seakan-akan menakutkan tetapi kalau sudah berubah menjadi hujan merupakan berkah serta sumber penghidupan bagi semua makluk hidup. Seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi siapa saja yang berbuat salah dan melanggar peraturan. Kelima sifat Bumi. Sentosa, suci, pemurah memberikan segala kebutuhan yang diperlukan makhluk yang hidup diatasnya. Menjadi tumpuan bagi hidup dan pertumbuhan benih dari seluruh makluk hidup. Sebagaimana bumi, seorang pemimpin seharusnya bersifat sentosa, suci hati, pemurah serta selalu berusaha memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur kata, tindakan serta tingkah laku sehari-hari.
Keenam sifat Lautan. Luas, tidak pernah menolak apapun yang datang memasukinya, menerima dan menjadi wadah apa saja. Sebagaimana lautan seorang pemimpin hendaknya luas hati dan kesabarannya. Tidak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan dan mampu menampung segala aspirasi rakyat dari golongan maupun suku mana pun serta bersifat pemaaf.
Ketujuh sifat Api. Bersifat panas membara, kalau disulut akan berkobar dan membakar apa saja tanpa pandang bulu, tetapi juga sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagaimana sifat api, seorang pemimpin harus berani menindak siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan berpijak kepada kebenaran dan keadilan .
Kedelapan sifat Angin. Meskipun tidak tampak tetapi dapat dirasakan berhembus tanpa henti, merata keseluruh penjuru dan tempat. Demikian juga hendaknya, seorang pemimpin . keberadaannya harus dapat dirasakan dihati rakyat maupun bawahannya, dan tiada henti-hentinya berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat atau bawahannya. Berupaya mengamati sampai kepelosok penjuru untuk mencari tahu segala hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian tidak ragu-ragu dalam menentukan kebijakan.
porsinya. Maka akan terbentuk individu-individu yang arif bijaksana, penuh pengertian, sabar dan ikhlas, yang wujud nyatanya adalah pengendalian diri. Ketika Hastha Brata kita rujuk kepada hukum-hukum alam, dan secara vertikal kita hadapkan pada Sang Pencipta, maka yang terjadi adalah sebuah kesadaran bahwa semua laku (kegiatan) yang kita lakukan merupakan sebuah ibadah.
Jika seluruh masyarakat Indonesia telah bertindak seperti yang diajarkan Hastha Brata dengan dilandasi keimanan kepada Tuhan yang maha esa sesuai dengan agama yang dipeluknya, maka ambisi, kecurigaan, kebohongan, kesewenang-wenangan, perbenturan kepentingan pribadi dan kelompok, perselisihan serta pertentangan antar Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan tidak akan terjadi. Dengan demikian ancaman disintegrasi bangsa tidak akan terjadi.
SANDRA MELLINDA VII B / 34
Secara rinci Marsono menguraikan masing-masing ajaran dengan memberikan kutipan teks sebagaimana terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, Nitisruti dan Ramayana Kakawin Jawa Kuna.
1. Sang Hyang Indra adalah dewa hujan. Ia mempunyai sifat menyediakan apa yang
diperlukandi bumi, memberikan kesejahteraan dan memberi hujan di bumi.
2. Sang Hyang Yama adalah Dewa Kematian. Ia membasmi perbuatan jelek dan jahat tanpa pandang bulu.
3. Sang Hyang Surya adalah Dewa Matahari. Sifatnya pelan, tidak tergesa-gesa, sabar, belas kasih dan bijaksana.
4. Sang Hyang Candra adalah dewa Bulai ia selalu berbuat lembut, ramah dan sabar kepad asiapa saja.
5. Sang Hyang Bayu adalah Dewa Angin. Ia bisa masuk ke mana saja ke seluruh penjuru dunia tanpa kesulitan. Segala perilaku baik atau jelek kasar atau rumit di dunia dapat dikethaui olehnya tanpa yang bersangkutan mengetahuinya. Ia melihat keadaan sekaligus memberikan kesejahteraan yang dilaluinya.
6. Sang Hyang Kuwera adalah Dewa Kekayaan. Sifatnya ulet dalam berusaha mengumpulkan kekayaan guna kesejahteraan warga masyarakatnya. Ia sebagai penyandang dana.
7. Sang Hyang Baruna adalah Dewa Samudera. Sifat Samudera bisa menampung seluruh air sungai dengan segala sesuatu yang ikut mengalir di dalamnya. Namun samudera tidak tumpah. Hynag Batuna seperti samudera bisa menampung apa saja yang jelek ataupun baik. Ia sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera.
8. Sang Hyang Brama adalh dewa Api . sifat api bisa membakar menghanguskan dan memusnahkan benda apa saja. Ia pun dapat memberikan pelita dalam kegelapan Hyang Brama seperti api bisa membasmi musuh dan segala kejahatan sekaligus bisa menjadi pelita bagi manusia yang sedangdalam keadaan kegelapan.
Prasati Sukabumi yang bernagka tahun 804 M pertama kali ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Bersamaan dengan itu mulailah terjadi budaya penulisan cerita Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna.
Prof. DR. Purbacaraka berhasil menyalin dan menterjemahkan naskah Ramayana tertua yang sampai sekarang masih berupa tulisan ketikan. Prof. DR. Marsono menghimbau kepada yang berminat untuk membantu agar naskah itu dapat dicetak hingga dapat dinikmati oleh kalangan lebih luas
Ramayana di India banyak versinya, diantaranya versi walmiki dan Bhattikawya. Yang menjadi sumber penulisan Ramayana Kawin Jawa Kuna adalah Ramayana Bhattikawya (Purbacaraka, 1957), bukan Ramayana Walmiki. Dari India cerita Ramayana ini menyebar ke negara asia lainnya, seperti Indonesia, laos, Kamboja, Birma, thailand dan Filipina. Dimasing-masing tempat dan jaman cerita Ramayana itu diakulturisasikan dengan kebudayaan setempat dan jamannya. Di Indonesia sekarang, cerita Ramayana dipakai sebagai dasar pertunjukan wayang kulit maupun wayang orang serta pentas sendratari Ramayana yang dipentaskan di candi Prambanan
Berbagai buku peninggalan pujangga kita memuat cerita Ramayana, di antaranya Ramayana Kakawin Jawa Kuna (abad ke 9), Serat Rama Jarwa Macapat Jawa Baru oleh Yasadipura II (1882), Serat Nitisruti (1612), Babad Sangkala (abad ke 19), Serat Partawigena (abad ke 19). Teks lakon Wahyu Makutha Rama abad ke 20. Diorama gambar wayang di Museum Purnabakti TMII juga merupakan cerita Ramayana
Arti Hastha Brata adalah delapan laku, watak atau sifat utama yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Delapan watak utama tersebut diambil dari sifat matahari , bulan, bintang, mendung, bumi, lautan (air), api dan angin.
Pertama sifat Matahari. Terang benderang memancarkan sinarnya tiada pernah berhenti. Segalanya diterangi, diberinya sinar cahaya tanpa pandang bulu. Sebagaimana matahari, seorang raja ( pemimpin) harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam bertindak seperti jalannya matahari yang tidak tergesa-gesa namun pasti dalam memberikan sinar cahayanya kepada semua mahluk tanpa pilih kasih.
Kedua sifat Bulan. Sebagai planet pengiring matahari bulan bersinar dikala gelap malam tiba, dan memberikan suasana tenteram dan teduh. Sebagaimana bulan, seorang pemimpin hendaknya rendah hati, berbudi luhur serta menebarkan suasana tentram kepada rakyat.
Ketiga sifat Bintang. Nun jauh menghiasi langit dimalam hari, menjadi kiblat dan sumber ilmu perbintangan. Seorang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya dan tingkah laku serta mempunyai konsep berpikir yang jelas. Bercita-cita tinggi mencapai kemajuan bangsa, teguh, tidak mudah terombang-ambing, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Keempat sifat Mendung. Seakan-akan menakutkan tetapi kalau sudah berubah menjadi hujan merupakan berkah serta sumber penghidupan bagi semua makluk hidup. Seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi siapa saja yang berbuat salah dan melanggar peraturan. Kelima sifat Bumi. Sentosa, suci, pemurah memberikan segala kebutuhan yang diperlukan makhluk yang hidup diatasnya. Menjadi tumpuan bagi hidup dan pertumbuhan benih dari seluruh makluk hidup. Sebagaimana bumi, seorang pemimpin seharusnya bersifat sentosa, suci hati, pemurah serta selalu berusaha memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur kata, tindakan serta tingkah laku sehari-hari.
Keenam sifat Lautan. Luas, tidak pernah menolak apapun yang datang memasukinya, menerima dan menjadi wadah apa saja. Sebagaimana lautan seorang pemimpin hendaknya luas hati dan kesabarannya. Tidak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan dan mampu menampung segala aspirasi rakyat dari golongan maupun suku mana pun serta bersifat pemaaf.
Ketujuh sifat Api. Bersifat panas membara, kalau disulut akan berkobar dan membakar apa saja tanpa pandang bulu, tetapi juga sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagaimana sifat api, seorang pemimpin harus berani menindak siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan berpijak kepada kebenaran dan keadilan .
Kedelapan sifat Angin. Meskipun tidak tampak tetapi dapat dirasakan berhembus tanpa henti, merata keseluruh penjuru dan tempat. Demikian juga hendaknya, seorang pemimpin . keberadaannya harus dapat dirasakan dihati rakyat maupun bawahannya, dan tiada henti-hentinya berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat atau bawahannya. Berupaya mengamati sampai kepelosok penjuru untuk mencari tahu segala hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian tidak ragu-ragu dalam menentukan kebijakan.
porsinya. Maka akan terbentuk individu-individu yang arif bijaksana, penuh pengertian, sabar dan ikhlas, yang wujud nyatanya adalah pengendalian diri. Ketika Hastha Brata kita rujuk kepada hukum-hukum alam, dan secara vertikal kita hadapkan pada Sang Pencipta, maka yang terjadi adalah sebuah kesadaran bahwa semua laku (kegiatan) yang kita lakukan merupakan sebuah ibadah.
Jika seluruh masyarakat Indonesia telah bertindak seperti yang diajarkan Hastha Brata dengan dilandasi keimanan kepada Tuhan yang maha esa sesuai dengan agama yang dipeluknya, maka ambisi, kecurigaan, kebohongan, kesewenang-wenangan, perbenturan kepentingan pribadi dan kelompok, perselisihan serta pertentangan antar Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan tidak akan terjadi. Dengan demikian ancaman disintegrasi bangsa tidak akan terjadi.
SANDRA MELLINDA VII B / 34
Kamis, 05 Agustus 2010
R A M A Y A N A
Ramayana sebenarnya diambil dari ceritera yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan.
Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India. sebenarnya diambil dari ceritera yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan. Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India.
Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa Kuno, dalam versi kakawin (bersumber dari karya sastra India abad VI dan VII yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana yang disusun oleh pujangga Bhatti dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan versi prosa (mungkin bersumber dari Epos Walmiki kitab terakhir yaitu Uttarakanda dari India), secara singkat kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari isterinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun.
Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa tahta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik tahta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik tahta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya
Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat disekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama.
Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.
Pada akhir ceritera, ada perbedaan mencolok antara dua versi Ramayana Jawa Kuno. Untuk versi kakawin dikisahkan, bahwa Sinta amat menderita karena tidak segera diterima oleh Rama karena dianggap ternoda. Setelah berhasil membersihkan diri dari kobaran api, Sinta diterimanya. Dijelaskan oleh Rama, bahwa penyucian itu harus dilakukan untuk menghilangkan prasangka buruk atas diri isterinya. Mereka bahagia.
Sedangkan di dalam versi prosa, menceritakan bagaimana Rama terpengaruh oleh rakyatnya yang menyangsikan kesucian Sinta. Disini Sinta yang sedang mengandung di usir oleh Rama dari istana. Kelak Sinta melahirkan 2 (dua) anak kembar yaitu Kusha dan Lawa. Kemudian kisah ini diahiri dengan ditelannya Sinta oleh Bumi.
Kisah Ramayana mempunyai banyak versi dengan berbagai penyimpangan isi cerita, termasuk di India sendiri. Penyebarannya hampir di seperempat penduduk dunia atau minimal di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia, diketahui sekitar 7 - 8 abad yang lalu, walau sesungguhnya di Indonesia dapat ditemukan jauh lebih dini yaitu sebelum abad 2 Sebelum Masehi.
Ramayana dari asal kata Rama yang berarti menyenangkan; menarik; anggun; cantik; bahagia, dan Yana berarti pengembaraan. Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India disekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan dikembangkan oleh berbagai penulis. Kisah Ramayana ini menjadi kitab suci bagi agama Wishnu, yang tokoh-tokohnya menjadi teladan dalam hidup, kebenaran, keadilan, kepahlawanan, persahabatan dan percintaan, yaitu: Rama, Sita, Leksmana, Sugriwa, Hanuman, Wibisana. Namun disini, kami informasikan tentang Ramayana versi Jawa.
Di zaman Mataram Kuno saat Prabu Dyah Balitung (Dinasti Sanjaya) bertahta, telah ada kitab sastra Ramayana berbahasa Jawa Kuno (Jawa Kawi), tidak menginduk pada Ramayana Walmiki, lebih singkat, memuat banyak ajaran dan katanya berbahasa indah. Di awal abad X sang raja membuat candi untuk pemujaan dewa Shiwa, yaitu Candi Prambanan (candi belum selesai sampai wafatnya raja yang, maka dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Prabu Daksa) yang sekaligus menjadi tempat ia dikubur, dengan relief Ramayana namun berbeda dengan isi cerita Ramayana dimaksud.
Ramayana Jawa Kuno memiliki 2 (dua) versi, yaitu Kakawin dan Prosa, yang bersumber dari naskah India yang berbeda, yang perbedaan itu terlihat dari akhir cerita. Selain kedua versi itu, terdapat yang lain yaitu Hikayat Sri Rama, Rama Keling dan lakon-lakon.
Cerita Ramayana semakin diterima di Jawa, setelah melalui pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit purwa termasuk sendratari). Tapi ia kalah menarik dengan wayang yang mengambil cerita Mahabharata, karena tampilan ceritanya sama sekali tidak mewakili perasaan kaum awam (hanya pantas untuk kaum Brahmana dan Satria) walau jika dikaji lebih mendalam, cerita Ramayana sebenarnya merupakan simbol perjuangan rakyat merebut kemerdekaan negerinya.
Bahwa cerita Ramayana tidak bisa merebut hati kaum awam Jawa seperti Mahabharata, antara lain disebabkan:
• Ceritanya dipenuhi oleh lambang-lambang dan nasehat-nasehat kehidupan para bangsawan dan penguasa negeri, yang perilaku dan tindakannya tidak membaur di hati kaum awam;
• Ramayana adalah raja dengan rakyat bangsa kera yang musuhnya bangsa raksasa dengan rakyat para buta breduwak dan siluman;
• Kaum awam memiliki jalan pikiran yang relatif sangat sederhana, dan berharap pada setiap cerita berakhir pada kebahagiaan.
Yang menarik sampai saat ini di Indonesia (Jawa) adalah adanya suatu ajaran falsafah yang terdapat di Ramayana, yaitu ajaran Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan. Ajaran dimaksud yang juga dapat dilihat dalam Diaroma gambar wayang di Museum Purnabakti TMII (1994 M), yaitu :
1. Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia;
2. Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan;
3. Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas;
4. Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam;
5. Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin;
6. Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
7. Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan orang lain;
8. Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.
Prof. Dr. Porbatjaraka, seorang ahli sejarah dan kebudayaan Jawa, setelah membaca kitab Ramayana Jawa Kuna Kakawin, memberi komentar : "Ini merupakan peninggalan leluhur Jawa, yang sungguh adiluhung, cukup untuk bekal hidup kebatinan". Dalam cakupan luas, pengaruh Ramayana terhadap filsafat hidup Jawa dapat diketahui dari Sastra Jendra, Sastra Cetha dan Asthabrata.
Sari dari Sastra Jendra adalah ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun karena ilmu ini bersifat sangat rahasia (tidak disebarluaskan secara terbuka karena penuh penghayatan bathin yang terkadang sulit diterima umum secara rasional), maka tidak mungkin disebar-luaskan secara terbuka. Sebelum seseorang menyerap ilmu ini ia harus mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos, sehingga yang selama ini dipaparkan termasuk melalui wayang, hanyalah kulitnya saja. Sastra Cetha (terang) adalah berisi ajaran tentang peran, sifat dan perilaku raja. Sedangkan Asthabrata telah diuraikan tersebut diatas.
Kisah Ramayana muncul dalam banyak versi, yaitu antara lain di Vietnam, Kamboja, Laos, Burma, Thailand, Cina, Indonesia maupun di India (tempat asal cerita) sendiri. Menurut Dr.Soewito S. Wiryonagoro, di Indonesia sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) versi, yaitu Ramayana Kakawin, yang terlukis dalam relief-relief di dinding candi seperti candi Lorojonggrang Prambanan dan Candi Penataran, dan yang berkembang di masyarakat dalam wujud cerita drama.(wayang kulit, sandiwara dan film).
Ramayana dari asal kata Rama = menyenangkan/menarik/anggun/cantik/bahagia dan Yana berarti pengembaraan., yang kisah tersebut ditulis Walmiki dari India sekitar tahun 400 Sebelum Masehi, berbahasa Sanskerta, yang selanjutnya dikembangkan oleh penulis-penulis lain, sehingga minimal juga ada 3 (tiga) kisah Ramayana versi India.
Di jaman Mataram kuna, saat Prabu Balitung (dinasti Sanjaya) memerintah, telah ada kitab sastra Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna (Kawi), yang tidak menginduk pada Ramayana Walmiki.
Nama :Sagita eka Virginia
No.Absen :34
Kelas :7A
Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India. sebenarnya diambil dari ceritera yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan. Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India.
Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa Kuno, dalam versi kakawin (bersumber dari karya sastra India abad VI dan VII yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana yang disusun oleh pujangga Bhatti dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan versi prosa (mungkin bersumber dari Epos Walmiki kitab terakhir yaitu Uttarakanda dari India), secara singkat kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari isterinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun.
Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa tahta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik tahta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik tahta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya
Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat disekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama.
Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.
Pada akhir ceritera, ada perbedaan mencolok antara dua versi Ramayana Jawa Kuno. Untuk versi kakawin dikisahkan, bahwa Sinta amat menderita karena tidak segera diterima oleh Rama karena dianggap ternoda. Setelah berhasil membersihkan diri dari kobaran api, Sinta diterimanya. Dijelaskan oleh Rama, bahwa penyucian itu harus dilakukan untuk menghilangkan prasangka buruk atas diri isterinya. Mereka bahagia.
Sedangkan di dalam versi prosa, menceritakan bagaimana Rama terpengaruh oleh rakyatnya yang menyangsikan kesucian Sinta. Disini Sinta yang sedang mengandung di usir oleh Rama dari istana. Kelak Sinta melahirkan 2 (dua) anak kembar yaitu Kusha dan Lawa. Kemudian kisah ini diahiri dengan ditelannya Sinta oleh Bumi.
Kisah Ramayana mempunyai banyak versi dengan berbagai penyimpangan isi cerita, termasuk di India sendiri. Penyebarannya hampir di seperempat penduduk dunia atau minimal di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia, diketahui sekitar 7 - 8 abad yang lalu, walau sesungguhnya di Indonesia dapat ditemukan jauh lebih dini yaitu sebelum abad 2 Sebelum Masehi.
Ramayana dari asal kata Rama yang berarti menyenangkan; menarik; anggun; cantik; bahagia, dan Yana berarti pengembaraan. Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India disekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan dikembangkan oleh berbagai penulis. Kisah Ramayana ini menjadi kitab suci bagi agama Wishnu, yang tokoh-tokohnya menjadi teladan dalam hidup, kebenaran, keadilan, kepahlawanan, persahabatan dan percintaan, yaitu: Rama, Sita, Leksmana, Sugriwa, Hanuman, Wibisana. Namun disini, kami informasikan tentang Ramayana versi Jawa.
Di zaman Mataram Kuno saat Prabu Dyah Balitung (Dinasti Sanjaya) bertahta, telah ada kitab sastra Ramayana berbahasa Jawa Kuno (Jawa Kawi), tidak menginduk pada Ramayana Walmiki, lebih singkat, memuat banyak ajaran dan katanya berbahasa indah. Di awal abad X sang raja membuat candi untuk pemujaan dewa Shiwa, yaitu Candi Prambanan (candi belum selesai sampai wafatnya raja yang, maka dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Prabu Daksa) yang sekaligus menjadi tempat ia dikubur, dengan relief Ramayana namun berbeda dengan isi cerita Ramayana dimaksud.
Ramayana Jawa Kuno memiliki 2 (dua) versi, yaitu Kakawin dan Prosa, yang bersumber dari naskah India yang berbeda, yang perbedaan itu terlihat dari akhir cerita. Selain kedua versi itu, terdapat yang lain yaitu Hikayat Sri Rama, Rama Keling dan lakon-lakon.
Cerita Ramayana semakin diterima di Jawa, setelah melalui pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit purwa termasuk sendratari). Tapi ia kalah menarik dengan wayang yang mengambil cerita Mahabharata, karena tampilan ceritanya sama sekali tidak mewakili perasaan kaum awam (hanya pantas untuk kaum Brahmana dan Satria) walau jika dikaji lebih mendalam, cerita Ramayana sebenarnya merupakan simbol perjuangan rakyat merebut kemerdekaan negerinya.
Bahwa cerita Ramayana tidak bisa merebut hati kaum awam Jawa seperti Mahabharata, antara lain disebabkan:
• Ceritanya dipenuhi oleh lambang-lambang dan nasehat-nasehat kehidupan para bangsawan dan penguasa negeri, yang perilaku dan tindakannya tidak membaur di hati kaum awam;
• Ramayana adalah raja dengan rakyat bangsa kera yang musuhnya bangsa raksasa dengan rakyat para buta breduwak dan siluman;
• Kaum awam memiliki jalan pikiran yang relatif sangat sederhana, dan berharap pada setiap cerita berakhir pada kebahagiaan.
Yang menarik sampai saat ini di Indonesia (Jawa) adalah adanya suatu ajaran falsafah yang terdapat di Ramayana, yaitu ajaran Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan. Ajaran dimaksud yang juga dapat dilihat dalam Diaroma gambar wayang di Museum Purnabakti TMII (1994 M), yaitu :
1. Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia;
2. Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan;
3. Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas;
4. Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam;
5. Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin;
6. Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
7. Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan orang lain;
8. Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.
Prof. Dr. Porbatjaraka, seorang ahli sejarah dan kebudayaan Jawa, setelah membaca kitab Ramayana Jawa Kuna Kakawin, memberi komentar : "Ini merupakan peninggalan leluhur Jawa, yang sungguh adiluhung, cukup untuk bekal hidup kebatinan". Dalam cakupan luas, pengaruh Ramayana terhadap filsafat hidup Jawa dapat diketahui dari Sastra Jendra, Sastra Cetha dan Asthabrata.
Sari dari Sastra Jendra adalah ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun karena ilmu ini bersifat sangat rahasia (tidak disebarluaskan secara terbuka karena penuh penghayatan bathin yang terkadang sulit diterima umum secara rasional), maka tidak mungkin disebar-luaskan secara terbuka. Sebelum seseorang menyerap ilmu ini ia harus mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos, sehingga yang selama ini dipaparkan termasuk melalui wayang, hanyalah kulitnya saja. Sastra Cetha (terang) adalah berisi ajaran tentang peran, sifat dan perilaku raja. Sedangkan Asthabrata telah diuraikan tersebut diatas.
Kisah Ramayana muncul dalam banyak versi, yaitu antara lain di Vietnam, Kamboja, Laos, Burma, Thailand, Cina, Indonesia maupun di India (tempat asal cerita) sendiri. Menurut Dr.Soewito S. Wiryonagoro, di Indonesia sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) versi, yaitu Ramayana Kakawin, yang terlukis dalam relief-relief di dinding candi seperti candi Lorojonggrang Prambanan dan Candi Penataran, dan yang berkembang di masyarakat dalam wujud cerita drama.(wayang kulit, sandiwara dan film).
Ramayana dari asal kata Rama = menyenangkan/menarik/anggun/cantik/bahagia dan Yana berarti pengembaraan., yang kisah tersebut ditulis Walmiki dari India sekitar tahun 400 Sebelum Masehi, berbahasa Sanskerta, yang selanjutnya dikembangkan oleh penulis-penulis lain, sehingga minimal juga ada 3 (tiga) kisah Ramayana versi India.
Di jaman Mataram kuna, saat Prabu Balitung (dinasti Sanjaya) memerintah, telah ada kitab sastra Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna (Kawi), yang tidak menginduk pada Ramayana Walmiki.
Nama :Sagita eka Virginia
No.Absen :34
Kelas :7A
Bale Sigalagala
Peristiwa Bale Sigalagala sangat menggemparkan seluruh kawula Hastinapura. Bukan karena bangunan yang elok asri itu ludes terbakar, tetapi terutama karena Anak anak Pandudewanata calon raja yang didambakan rakyat menjadi korban. Pandita Durna yang pada waktu kejadian belum berperan banyak selain sebagai guru dari warga Pandawa dan warga Korawa, ikut prihatin dan bersedih, pasalnya karena dua murid terbaiknya yakni Bimasena dan Herjuna menjadi korban.
Jika oleh banyak orang peristiwa Bale Sigalagala dicatat sebagai tragedi pilu umat manusia, namun tidak oleh Patih Sengkuni. Ludesnya Bale Sigalagala sama artinya dengan sirnanya penghalang yang merintangi ambisinya untuk mendudukan Doryudana di tahta Hastinapura. Oleh karenanya patut disambut dengan sukaria. Tetapi benarkah Sengkuni berhasil menyingkirkan para Pandawa? Memang sementara ini kawula Hastinapura mempercayai bahwa warga Pandawa telah mati.
“Telah Mati!? Ucapkan sekali lagi Sengkuni dengan sejelas-jelasnya!
“Ampun Kakanda Prabu, memang benarlah adanya. Kami tidak dapat berbuat apa-apa. Api terlalu cepat berkobar dan menghabiskan Pesanggrahan Bale-Sigala se isisnya. Termasuk Kakang Mbok Kunthi, dan ananak-anaknya, juga Purucona sang arsitek itu.’
Destarastra menyesali dirinya yang dilahirkan buta. Karena dengan tidak dapat melihat, banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam memerintahkan negara besar seperti Hastinapura ini. Ia selama ini hanya mengandalkan laporan-laporan yang sering tidak sesuai dengan kenyataannya. Bahkan tidak jarang yang merah dilaporkan hijau dan yang kuning dilaporkankan putih. Tergantung dari kepentingan yang melaporkan. Sedih rasa menjadi raja tidak dapat mengerti kondisi yang sebenarnya dari rakyatnya. Kalau tidak karena rasa cintanya kepada Pandu adiknya, sesungguhnya ia tidak mau menduduki tahta Hastinapura. Jika pun dirinya berambisi menjadi raja, tentunya sebagi anak sulung laki-laki dari Prabu Kresnadwipayana, raja Hastinapura sebelumnya. ia akan bersikeras menduduki tahta. Namun karena menyadari keterbatasannya, dengan tulus ia merelakan tahta Hastinapura kepada adiknya.
Namun yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tahta kembali pada dirinya. Pandu telah wafat akibat kutukan Resi Kimindama. Destarastra memerintah negara Hastinapura dengan segala keterbatasannya. Satu hal yang masih dipegang teguh oleh Destarastra, yaitu bahwa tahta Hastinapura ini adalah titipan Pandu untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Tinggal menunggu waktu. Yamawidura adik bungsu Destarastra ditugaskan untuk mendampingi anak-anak Pandu dan mempersiapkan lahir batin, agar pantas menjadi raja.
Selang waktu mulai dari meninggalnya Pandudewanata hingga sampai para Pandhawa tumbuh dewasa dan siap menjadi raja inilah yang dimanfaat oleh Patih Sengkuni dan Gendari. Mereka menyusun rencana untuk mendudukan Duryudana menjadi raja. Salah satunya usaha yang dilakukan mereka adalah menjebak Destarastra dengan undang-undang kerajaan yang berbunyi bahwa setiap anak sulung laki-laki raja yang usianya sudah mencukupi, wajib diwisuda menjadi Putra Mahkota. Destarastra menolak. Ia tahu kelicikan Patih Sengkuni dan Gendari, isterinya. Jika Destarsatra mewisuda Duryudana sebagai Putra Mahkota, sama halnya dengan menjilat ludahnya sendiri, menarik tahtanya dari Pandu dan memberikannya kepada Duryudana anaknya.
Cara kasarpun pernah dilakukan, yaitu dengan meracun Bimasena yang menjadi kekuatan Pandawa. Namun gagal. Dan sekarang dengan cara yang lebih kasar dan keji, yaitu dengan membakar para pandawa dalam arena pesta.
Oleh karenanya Destarastra dapat menangkap kelicikan dan kepalsuan melalui laporan Patih Sengkuni peri hal tragedi Bale Sigala-gala. Destarastra marah besar. Ia tak kuasa mengendalikan dirinya ketika mendengar kabar kematian Kunti dan Pandawa. Destarastra tak kuasa mengeluarkan kata-kata, badannya bergetar, giginya gemeretak. Dari kedua tangannya muncul asap tipis berwarna merah.
“Lebur Sekethi!” Sengkuni gemetar ketakutan, ia bergeser menjauh dari Prabu Destarastra. Para Abdi, Kerabat, Punggawa, Senapati dan Permaisuri panik ketakutan. Telapak tangan Prabu Destarastra yang telah berisi aji Lebur Sekethi diarahkan ke tempat Patih Sengkuni duduk.
“Dhuaaarr”
Suara menggelegar menggema di sitihinggil. Kursi kepatihan lebur jadi debu, dan menyisakan lobang di lantai yang cukup besar dan dalam
Semua diam, tak ada yang berani mengeluarkan suara. Prabu Destarastra tersengal napasnya. Ia duduk lemas di kursi raja, kursi yang banyak direbutkan orang. Pandangannya seakan menerawang jauh dan jauh sekali. Benarkah Kunthi dan anak-anaknya telah mati? Rasanya tidak mungkin. Bukankah masih ada tugas yang harus dikerjakan? Diantaranya adalah menyeimbangkan negara Hastinapura dari perilaku yang tidak baik dan perilaku yang baik
Gendari tahu persis bagaimana harus mendampingi Destarastra. Setelah cukup lama Sang Prabu dibiarkan terbang dengan pikirannya dan menyelam dalam perasaannya, Gendari mendekati Sang Prabu dan meraba dadanya dengan penuh kelembutan.
“Sang Prabu, hari menjelang senja, perlulah kiranya Sang Prabu mandi agar badan menjadi segar dan pikiran menjadi dingin.”
Destarastra tidak menolak, ketika dirinya dituntun oleh isterinya yang walaupun tidak suka dengan perilakunya, namun sebenarnya sangat ia sayangi.
(Natasha Winona Audrey 7c/23)
Jika oleh banyak orang peristiwa Bale Sigalagala dicatat sebagai tragedi pilu umat manusia, namun tidak oleh Patih Sengkuni. Ludesnya Bale Sigalagala sama artinya dengan sirnanya penghalang yang merintangi ambisinya untuk mendudukan Doryudana di tahta Hastinapura. Oleh karenanya patut disambut dengan sukaria. Tetapi benarkah Sengkuni berhasil menyingkirkan para Pandawa? Memang sementara ini kawula Hastinapura mempercayai bahwa warga Pandawa telah mati.
“Telah Mati!? Ucapkan sekali lagi Sengkuni dengan sejelas-jelasnya!
“Ampun Kakanda Prabu, memang benarlah adanya. Kami tidak dapat berbuat apa-apa. Api terlalu cepat berkobar dan menghabiskan Pesanggrahan Bale-Sigala se isisnya. Termasuk Kakang Mbok Kunthi, dan ananak-anaknya, juga Purucona sang arsitek itu.’
Destarastra menyesali dirinya yang dilahirkan buta. Karena dengan tidak dapat melihat, banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam memerintahkan negara besar seperti Hastinapura ini. Ia selama ini hanya mengandalkan laporan-laporan yang sering tidak sesuai dengan kenyataannya. Bahkan tidak jarang yang merah dilaporkan hijau dan yang kuning dilaporkankan putih. Tergantung dari kepentingan yang melaporkan. Sedih rasa menjadi raja tidak dapat mengerti kondisi yang sebenarnya dari rakyatnya. Kalau tidak karena rasa cintanya kepada Pandu adiknya, sesungguhnya ia tidak mau menduduki tahta Hastinapura. Jika pun dirinya berambisi menjadi raja, tentunya sebagi anak sulung laki-laki dari Prabu Kresnadwipayana, raja Hastinapura sebelumnya. ia akan bersikeras menduduki tahta. Namun karena menyadari keterbatasannya, dengan tulus ia merelakan tahta Hastinapura kepada adiknya.
Namun yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tahta kembali pada dirinya. Pandu telah wafat akibat kutukan Resi Kimindama. Destarastra memerintah negara Hastinapura dengan segala keterbatasannya. Satu hal yang masih dipegang teguh oleh Destarastra, yaitu bahwa tahta Hastinapura ini adalah titipan Pandu untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Tinggal menunggu waktu. Yamawidura adik bungsu Destarastra ditugaskan untuk mendampingi anak-anak Pandu dan mempersiapkan lahir batin, agar pantas menjadi raja.
Selang waktu mulai dari meninggalnya Pandudewanata hingga sampai para Pandhawa tumbuh dewasa dan siap menjadi raja inilah yang dimanfaat oleh Patih Sengkuni dan Gendari. Mereka menyusun rencana untuk mendudukan Duryudana menjadi raja. Salah satunya usaha yang dilakukan mereka adalah menjebak Destarastra dengan undang-undang kerajaan yang berbunyi bahwa setiap anak sulung laki-laki raja yang usianya sudah mencukupi, wajib diwisuda menjadi Putra Mahkota. Destarastra menolak. Ia tahu kelicikan Patih Sengkuni dan Gendari, isterinya. Jika Destarsatra mewisuda Duryudana sebagai Putra Mahkota, sama halnya dengan menjilat ludahnya sendiri, menarik tahtanya dari Pandu dan memberikannya kepada Duryudana anaknya.
Cara kasarpun pernah dilakukan, yaitu dengan meracun Bimasena yang menjadi kekuatan Pandawa. Namun gagal. Dan sekarang dengan cara yang lebih kasar dan keji, yaitu dengan membakar para pandawa dalam arena pesta.
Oleh karenanya Destarastra dapat menangkap kelicikan dan kepalsuan melalui laporan Patih Sengkuni peri hal tragedi Bale Sigala-gala. Destarastra marah besar. Ia tak kuasa mengendalikan dirinya ketika mendengar kabar kematian Kunti dan Pandawa. Destarastra tak kuasa mengeluarkan kata-kata, badannya bergetar, giginya gemeretak. Dari kedua tangannya muncul asap tipis berwarna merah.
“Lebur Sekethi!” Sengkuni gemetar ketakutan, ia bergeser menjauh dari Prabu Destarastra. Para Abdi, Kerabat, Punggawa, Senapati dan Permaisuri panik ketakutan. Telapak tangan Prabu Destarastra yang telah berisi aji Lebur Sekethi diarahkan ke tempat Patih Sengkuni duduk.
“Dhuaaarr”
Suara menggelegar menggema di sitihinggil. Kursi kepatihan lebur jadi debu, dan menyisakan lobang di lantai yang cukup besar dan dalam
Semua diam, tak ada yang berani mengeluarkan suara. Prabu Destarastra tersengal napasnya. Ia duduk lemas di kursi raja, kursi yang banyak direbutkan orang. Pandangannya seakan menerawang jauh dan jauh sekali. Benarkah Kunthi dan anak-anaknya telah mati? Rasanya tidak mungkin. Bukankah masih ada tugas yang harus dikerjakan? Diantaranya adalah menyeimbangkan negara Hastinapura dari perilaku yang tidak baik dan perilaku yang baik
Gendari tahu persis bagaimana harus mendampingi Destarastra. Setelah cukup lama Sang Prabu dibiarkan terbang dengan pikirannya dan menyelam dalam perasaannya, Gendari mendekati Sang Prabu dan meraba dadanya dengan penuh kelembutan.
“Sang Prabu, hari menjelang senja, perlulah kiranya Sang Prabu mandi agar badan menjadi segar dan pikiran menjadi dingin.”
Destarastra tidak menolak, ketika dirinya dituntun oleh isterinya yang walaupun tidak suka dengan perilakunya, namun sebenarnya sangat ia sayangi.
(Natasha Winona Audrey 7c/23)
Rabu, 04 Agustus 2010
Batara Kala Wenang Mateni lan Mangan Wong-Wong Sukerta

Bathara Kala iku putrane Sanghyang Manikmaya lan Dewi Umayi kang nomer enem, utawa putra ragil. Tembung kala ateges wektu lan dewa penasaran.
Sawise Bathara Guru lan Dewi Umayi peputra cacah lima, kalorone lelungan ngenggar-enggar ati numpak Lembu Andini utawa Nandini.
Ing satengahing mlaku-mlaku iku Bathara Guru kapiadreng saresmi, ananging Dewi Umayi nulak. Pawadane kahanane ora apik kanggo saresmi amarga ana ing satengahing adicara mlaku-mlaku ngenggar-enggar ati.
Nalika weruh kepriye adrenge Bathara Guru, Dewi Umayi nesu lan nyepatani Bathara Guru saengga thukul siyung ing tutuke. Kapiadrenge Bathara Guru kang pengin saresmi ndadekake kamane tiba ing samodra.
Kama salah iku banjur mawujud dadi bayi raseksa. Bayi raseksa iku ora lair saka guwa garbane ibu ananging lair saka guwa garbane samodra. Udakara telung taun sabanjure, bayi raseksa iku mung njagakake pangane saka iwak-iwak kang kasil dicekel ing samodra iku.
Bathara Baruna utawa Hyang Waruna, minangka panguwasane samodra banjur ngadhep ing Suralaya njaluk pituduh saka rajaning para dewa kanggo ngawekane dredah ing samodra amarga polahe bayi raseksa iku.
Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, kabeh para dewa ora ana kang bisa nandhingi kridhane raseksa kang ngudhak-udhak samodra, golek iwak kanggo pangane.
Bayi raseksa iku malah bisa ngoyak para dewa kang sedya merangi dheweke. Pangoyake nganti tekan Suralaya. Ing Suralaya bayi raseksa iku ngamuk saengga nuwuhake dredah lan rusaking Suralaya.
Bayi raseksa iku nglereni pangamuke sawise ketaman aji Kemayan kang dipatek dening Sanghyang Manikmaya. Kabeh siyunge bayi raseksa iku dikethok, sing tengen dadi sanjata keris Kalanadhah, dene sing kiwa dadi sanjata keris Kaladhita.
Bayi raseksa iku banjur diparingi jeneng Bathara Kala lan diakoni minangka putrane Sanghyang Jagadnata. Bathara Kala banjur antuk wewenang mangan wong-wong sukerta, uga wong-wong aradan, yaiku wong-wong kang ing uripe tansah nglirwakake bebener.
Bathuke Bathara Kala banjur ditulisi rajah Kala Cakra kang diarani Sastrabedati kanthi wasiyat sapa wae kang bisa maca rajah iku ora bakal dipangan dening Bathara Kala.
Aradan
Sanghyang Manikmaya uga paring bedama utawa gada marang Bathara Kala kanggo mateni wong-wong kang arep dipangan. Sanghyang Manikmaya pancen nitahake kabeh wong kang arep dipangan Bathara Kala kudu dipateni luwih dhisik.
Bathara Kala banjur dililani ninggalake Suralaya kanggo mburu mangsane. Salungane Bathara Kala, Sanghyang Narada nyaruwe Bathara Guru awit peparing wewenang marang Bathara Kala kanggo mangan wong-wong sukerta lan wong-wong aradan.
Miturut Bathara Narada peparing wewenang kaya mangkono iku bakal nuwuhake dredah ing arcapada. Sanghyang Manikmaya bisa nampa panyaruwene Sanghyang Narada lan banjur ngutus Bathara Wisnu kanggo njugarake wewenange Bathara Kala. Jejibahane Bathara Wisnu bisa kasembadan amarga pambiyantune Sanghyang Kanekaputra lan sedulur-sedulure.
Miturut salasilah parisawuli, sisihane Bathara Kala yaiku Dewi Pramoni. Kalorone peputra cacah lima, yaiku Bathara Siwahjaya, Dewi Kalayuwati, Bathara Kalayuwana, Bathara Kalagotana lan Bathara Kartinea.
Sabanjure Bathara Kala nurunake para raja raseksa, antarane Prabu Niwatakawaca raja Manimantaka. Kridhane Prabu Niwatakawaca dicritakake ing lakon Ciptaning Mintaraga utawa Arjuna Wiwaha. Raja raseksa liyane, Prabu Yudakalakresna, raja raseksa nagara Dwaraka.
Bathara Kala nate dadi raja ing Arcapada, jumeneng nata ing nagara Medangsiwanda, jejuluk Maharaja Balya. Patihe Siwandakara. Nalika jumeneng nata ing Medangsiwanda, Bathara Kala lan patihe, Siwandakara, tansah nuwuhake dredah lan paprangan kalawan nagara liya.
Bathara Kala kondhang sekti mandraguna wiwit bayi. Ing alam wayang sing bisa ngalahake Bathara Kala mung Bathara Wisnu. Bathara Kala nganti saiki isih disebut-sebut , amarga akeh dhalang kang nggunakake jenenge yan sedya mbabar lakon Amurwakala, kang ateges nguwasani Kala. Wandane Bathara Kala iku Barong…
Mutiara Isrananda Putri Tahapary
VII A / 29
SMP Regina Pacis Surakarta
Selasa, 03 Agustus 2010
Pandhawa Apus
Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Duryodana ingin membinasakan Pandhawa dengan tipu muslihat. Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan. Duryodana telah mengundang Pandhawa.
Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira, bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.
Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang jenasah para Pandhawa.
Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.
Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri.
Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya.
Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna.
Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa
Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke Ngamarta.
Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh pula
Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya.
Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda.
Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit Korawa. Perang pun selesai.
Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.
R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid VII, 1930:26-31
Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira, bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.
Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang jenasah para Pandhawa.
Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.
Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri.
Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya.
Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna.
Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa
Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke Ngamarta.
Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh pula
Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya.
Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda.
Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit Korawa. Perang pun selesai.
Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.
R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid VII, 1930:26-31
Jumat, 30 Juli 2010
Raden Werkudara
Wrekudara adalah nama dari Raden Bratasena setelah dewasa, dengan mengubah pakaiannya dan bergelung yang dihias oleh Betari Durga.
Wrekudara seorang yang sakti dan kuat, senjatanya adalah kukunya sendiri yang bernama Pancanaka. Kuku itu tajam tak terhingga, tajamnya tujuh kali tajamnya pisau cukur. Selain itu, Wrekudara mempunyai kekuatan angin yang mampu membongkar gunung. Ia tak pernah berjalan perlahan. Bila berjalan ia melompat, jauh lompatannya tujuh kali penglihatan gajah.
Wrekudara selalu menjunjung kehormatan Pandawa dan bersemboyan mati satu mati semuanya.
la pernah bertahta jadi raja di Gilingwesi, dan bernama Tuguwasesa. Pada masa Baratayudha ia berperang dengan Duryudana. Pada lakon Sridenta, Raden Wrekudara berperang dengan Prahu Sridenta, seorang raja negeri Jumapala, Raden Wrekudara kalah dibanting oleh Sridenta hingga separuh badannya masuk ke dalam bumi, yang kemudian dapat ditolong oleh Raden Arjuna, dapat dikeluarkan dari bumi.
Pada waktu mudanya, masih bernama Bratasena, ia menikah dengan seorang puteri bernama Dewi Nagagini puteri Hyang Anantaboga, dan berputera Raden Antasena. Waktu puteri itu sedang mengandung ditinggallah oleh Bratasena. Setelah anak itu dewasa, menghadaplah ia pada ramandanya, tetapi tidak diakuinya, diakui juga asalkan dia dapat mengalahkan kekuatan Wrekudara. Disergaplah Wrekudara oleh Antasena hingga tak dapat bergerak, diakuilah kemudian ia putera Wrekudara.
Wrekudara kesatria yang sakti dengan kekuatan angin, tak dapat dilawan. Tetapi sebenarnya kedua puteranya lebih sakti dari padanya, yaitu Antareja dan Gatotkaca. Untuk menanda kesaktiannya kedua putera itu, dilawan dengan perang tanding, perang seseorangan. Wrekudara kalah. Tetapi kekalahan Wrekudara dengan kedua puteranya itu malah membanggakan perasaan Wrekudara yang disebut anak anung, berarti anak yang tersakti.
BENTUK WAYANG
Raden Wrekudara bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut dengan berpupuk di dahi, bersanggul bentuk supit-urang (sepit udang), bersunting waderan dan lain lainnya seperti pakaian Bratasena:
Wrekudara berwanda: 1. Lintang, 2, Lindu, 3. Lindupanon, 4, Bambang, 5. Gurmat, 6. Mimis. Semua karangan Susuhunan Anyakrawati wafat Krapyak.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
teresa widihapsari 7c / 29
RADEN WREKUDARA
Juli 8, 2008 pada 7:19 pm (Tokoh wayang)
Tags: pandawa, wayang
29 Juli 2010 13:57
Wrekudara seorang yang sakti dan kuat, senjatanya adalah kukunya sendiri yang bernama Pancanaka. Kuku itu tajam tak terhingga, tajamnya tujuh kali tajamnya pisau cukur. Selain itu, Wrekudara mempunyai kekuatan angin yang mampu membongkar gunung. Ia tak pernah berjalan perlahan. Bila berjalan ia melompat, jauh lompatannya tujuh kali penglihatan gajah.
Wrekudara selalu menjunjung kehormatan Pandawa dan bersemboyan mati satu mati semuanya.
la pernah bertahta jadi raja di Gilingwesi, dan bernama Tuguwasesa. Pada masa Baratayudha ia berperang dengan Duryudana. Pada lakon Sridenta, Raden Wrekudara berperang dengan Prahu Sridenta, seorang raja negeri Jumapala, Raden Wrekudara kalah dibanting oleh Sridenta hingga separuh badannya masuk ke dalam bumi, yang kemudian dapat ditolong oleh Raden Arjuna, dapat dikeluarkan dari bumi.
Pada waktu mudanya, masih bernama Bratasena, ia menikah dengan seorang puteri bernama Dewi Nagagini puteri Hyang Anantaboga, dan berputera Raden Antasena. Waktu puteri itu sedang mengandung ditinggallah oleh Bratasena. Setelah anak itu dewasa, menghadaplah ia pada ramandanya, tetapi tidak diakuinya, diakui juga asalkan dia dapat mengalahkan kekuatan Wrekudara. Disergaplah Wrekudara oleh Antasena hingga tak dapat bergerak, diakuilah kemudian ia putera Wrekudara.
Wrekudara kesatria yang sakti dengan kekuatan angin, tak dapat dilawan. Tetapi sebenarnya kedua puteranya lebih sakti dari padanya, yaitu Antareja dan Gatotkaca. Untuk menanda kesaktiannya kedua putera itu, dilawan dengan perang tanding, perang seseorangan. Wrekudara kalah. Tetapi kekalahan Wrekudara dengan kedua puteranya itu malah membanggakan perasaan Wrekudara yang disebut anak anung, berarti anak yang tersakti.
BENTUK WAYANG
Raden Wrekudara bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut dengan berpupuk di dahi, bersanggul bentuk supit-urang (sepit udang), bersunting waderan dan lain lainnya seperti pakaian Bratasena:
Wrekudara berwanda: 1. Lintang, 2, Lindu, 3. Lindupanon, 4, Bambang, 5. Gurmat, 6. Mimis. Semua karangan Susuhunan Anyakrawati wafat Krapyak.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
teresa widihapsari 7c / 29
RADEN WREKUDARA
Juli 8, 2008 pada 7:19 pm (Tokoh wayang)
Tags: pandawa, wayang
29 Juli 2010 13:57
Selasa, 27 Juli 2010
Berkesenian
Kesenian daerah... salah satu aspek budaya nasional yang wajib kita jaga, bina, dan kita tumbuhkembangkan.
Mari kita saling berbagi tentang kesenian-kesenian yang ada di sekitar kita. Dengan saling berbagi, semoga wawasan kita tentang kesenian daerah semakin tumbuh dan berkembang, dan warisan leluhur yang telah kita miliki tidak akan pudar oleh arus jaman.
Mari kita saling berbagi tentang kesenian-kesenian yang ada di sekitar kita. Dengan saling berbagi, semoga wawasan kita tentang kesenian daerah semakin tumbuh dan berkembang, dan warisan leluhur yang telah kita miliki tidak akan pudar oleh arus jaman.
Langganan:
Postingan (Atom)