Kesenian daerah... salah satu aspek budaya nasional yang wajib kita jaga, bina, dan kita tumbuhkembangkan.
Mari kita saling berbagi tentang kesenian-kesenian yang ada di sekitar kita. Dengan saling berbagi, semoga wawasan kita tentang kesenian daerah semakin tumbuh dan berkembang, dan warisan leluhur yang telah kita miliki tidak akan pudar oleh arus jaman.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswhat the??...
BalasHapuskwkwkwk
ouw" nice Blog...
Follow my blog plz~ ^^
http://victoryustama.blogspot.com/
or
http://solosquarecheat.blogspot.com/
wkwk
Victor.Yustama.S/39/vIII C/Ursulin~
teresa widihapsari 7c / 29
BalasHapusRADEN WREKUDARA
Juli 8, 2008 pada 7:19 pm (Tokoh wayang)
Tags: pandawa, wayang
Raden Wrekodara
Wrekudara adalah nama dari Raden Bratasena setelah dewasa, dengan mengubah pakaiannya dan bergelung yang dihias oleh Betari Durga.
Wrekudara seorang yang sakti dan kuat, senjatanya adalah kukunya sendiri yang bernama Pancanaka. Kuku itu tajam tak terhingga, tajamnya tujuh kali tajamnya pisau cukur. Selain itu, Wrekudara mempunyai kekuatan angin yang mampu membongkar gunung. Ia tak pernah berjalan perlahan. Bila berjalan ia melompat, jauh lompatannya tujuh kali penglihatan gajah.
Wrekudara selalu menjunjung kehormatan Pandawa dan bersemboyan mati satu mati semuanya.
la pernah bertahta jadi raja di Gilingwesi, dan bernama Tuguwasesa. Pada masa Baratayudha ia berperang dengan Duryudana. Pada lakon Sridenta, Raden Wrekudara berperang dengan Prahu Sridenta, seorang raja negeri Jumapala, Raden Wrekudara kalah dibanting oleh Sridenta hingga separuh badannya masuk ke dalam bumi, yang kemudian dapat ditolong oleh Raden Arjuna, dapat dikeluarkan dari bumi.
Pada waktu mudanya, masih bernama Bratasena, ia menikah dengan seorang puteri bernama Dewi Nagagini puteri Hyang Anantaboga, dan berputera Raden Antasena. Waktu puteri itu sedang mengandung ditinggallah oleh Bratasena. Setelah anak itu dewasa, menghadaplah ia pada ramandanya, tetapi tidak diakuinya, diakui juga asalkan dia dapat mengalahkan kekuatan Wrekudara. Disergaplah Wrekudara oleh Antasena hingga tak dapat bergerak, diakuilah kemudian ia putera Wrekudara.
Wrekudara kesatria yang sakti dengan kekuatan angin, tak dapat dilawan. Tetapi sebenarnya kedua puteranya lebih sakti dari padanya, yaitu Antareja dan Gatotkaca. Untuk menanda kesaktiannya kedua putera itu, dilawan dengan perang tanding, perang seseorangan. Wrekudara kalah. Tetapi kekalahan Wrekudara dengan kedua puteranya itu malah membanggakan perasaan Wrekudara yang disebut anak anung, berarti anak yang tersakti.
BENTUK WAYANG
Raden Wrekudara bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut dengan berpupuk di dahi, bersanggul bentuk supit-urang (sepit udang), bersunting waderan dan lain lainnya seperti pakaian Bratasena:
Wrekudara berwanda: 1. Lintang, 2, Lindu, 3. Lindupanon, 4, Bambang, 5. Gurmat, 6. Mimis. Semua karangan Susuhunan Anyakrawati wafat Krapyak.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
Dalam wiracarita Mahabharata, Drona (Sanskerta: द्रोण, Droṇa) atau Dronacharya (Sanskerta: द्रोणाचार्य, Droṇāchārya) adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk dewāstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, AswatamaKelahiran dan kehidupan awal
BalasHapusDrona dilahirkan dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan di dalam rahim, namun di luar tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).
Kisah kelahiran Drona diceritakan secara dramatis dalam Mahabharata.[1] Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk melakukan penyucian diri. Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut drona, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim.
Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja Panchala.
Drona menikahi Krepi, adik Krepa, guru di keraton Hastinapura. Krepi dan Drona memiliki putera bernama Aswatama.